
Di tengah rangkaian acara Art Fest 2025, ada satu momen yang benar-benar mencuri perhatian. Bukan karena meriahnya panggung atau bintang tamu ternama, melainkan karena penampilan grup orkes yang tampil beda: OM Lorenza Indonesia. Siang hari di Bukit Sosogan, Desa Rejosari, Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar, mendadak terasa seperti panggung hiburan rakyat tempo dulu—dengan sentuhan kekinian. Dalam rangkaian acara Art Fest 2025, grup orkes dangdut nyentrik OM Lorenza Indonesia sukses menyulap suasana jadi gelak tawa massal lewat pertunjukan yang lebih mirip teater daripada konser biasa. Dengan kostum jadul, iringan dangdut klasik, dan gaya panggung yang penuh improvisasi, OM Lorenza hadir bukan cuma untuk bikin orang bergoyang, tapi juga berpikir dan tertawa. Di balik kekacauan yang tampak jenaka di atas panggung, ada penyusunan adegan dan dialog yang penuh arah. “Konsep kita itu bukan hanya manggung, tapi nyeritani sesuatu. Jadi setiap lagu bisa jadi adegan, setiap canda ada maknanya,” ujar Joko, MC OM Lorenza yang memandu pertunjukan sekaligus jadi penggerak utama sketsa panggung mereka.
OM Lorenza bukan sekadar menghibur dengan musik. Setiap penampilan mereka disisipi parodi kehidupan sehari-hari dari ibu-ibu rebutan sayur, keluh-kesah petani, sampai kritik sosial yang dibungkus guyonan ringan. “Kami pakai bahasa rakyat. Yang penting jujur dan dekat. Humor kampung itu kuat karena real, bukan dibuat-buat,” ujar Joko, MC OM Lorenza. Karena tampil di siang hari, OM Lorenza tidak bergantung pada pencahayaan panggung. Justru ekspresi, kostum, dan kedekatan fisik dengan penonton jadi kekuatan utama. Improvisasi mereka membuat batas antara panggung dan penonton seolah hilang. “Siang hari justru enak. Kita bisa lihat reaksi penonton langsung. Ketawa mereka itu kayak bahan bakar buat kita lanjut,” ujar Joko sambil tersenyum.
Respons penonton pun menunjukkan bahwa OM Lorenza berhasil menciptakan hiburan yang segar dan membumi. “Awalnya tak kira ya dangdut biasa, lha kok jebul malah dadi kayak ketoprak campur konser. Lucu tenan, tapi musik e tetep enak!” ujar Triyono, warga Rejosari yang datang bersama cucunya. “Lha wong biasane dangdut kok iso ngedan ngono, tapi yo enak. Aku karo bojo sampe ngguyu wae, rasane wis suwe ora nonton hiburan ngene seng rasane deket banget karo wong kampung,” tambah Suminem, pedagang di sekitar lokasi acara.
Penampilan OM Lorenza menjadi salah satu momen paling segar di Art Fest 2025. Gaya mereka yang memadukan musik lawas, teatrikal, dan sindiran sosial terasa membumi dan menghibur. “Kita pengin ngingetin bahwa hiburan rakyat itu penting. Nggak usah selalu megah, yang penting kena di hati. Kadang yang sederhana malah yang paling ngena,” kata Joko. Dalam dunia hiburan yang makin cepat dan digital, OM Lorenza jadi pengingat bahwa tawa, musik, dan cerita dari kampung halaman masih punya tempat istimewa. Dan di Bukit Sosogan siang itu, semuanya berpadu jadi satu pertunjukan yang tak mudah dilupakan.