1, My Address, My Street, New York City, NY, USA
contact@domain.com
Atraksi Prajurit Keraton: Warisan Budaya Hidup di Tengah Kota Solo
Home » Sosial & Budaya  »  Atraksi Prajurit Keraton: Warisan Budaya Hidup di Tengah Kota Solo

Surakarta - Derap langkah para prajurit Keraton Surakarta Hadiningrat menggema di depan Kori Kamandungan setiap Sabtu sore pukul 16.00 WIB. Atraksi budaya ini rutin digelar dan menjadi tontonan yang menarik bagi warga maupun wisatawan yang datang ke Kota Solo.

Sekitar 55 prajurit (jumlah yang bisa lebih atau kurang tiap pekannya) terdiri dari tujuh bregada utama: Bregada Musik, Bregada Tamtama, Bregada Jayeng Astra, Bregada Prawira Anom, Bregada Jayasura, Bregada Darapati, dan Bregada Sarageni. Mereka tampil dengan formasi baris-berbaris yang tertib dan penuh wibawa, mengelilingi rute dari Kori Kamandungan ke Alun-Alun Utara, lalu kembali ke Keraton. Atraksi berlangsung kurang lebih satu jam.

Menariknya, kegiatan yang dulunya bersifat latihan kemiliteran seperti baris-berbaris, simulasi formasi perang, dan musik pengiring dari Korps Musik, kini diolah menjadi pertunjukan seni yang atraktif. Perubahan ini bertujuan memperkuat daya tarik wisata budaya di Keraton Surakarta.

Selain kekuatan visual dari barisan prajurit, pertunjukan juga diselingi tarian tradisional bertema kisah wayang seperti Ramayana, Baratayuda, Gatotkaca Antasena dan Mahabarata. Alunan gamelan Jawa mengiringi setiap gerakan, menciptakan atmosfer yang sakral dan memukau.

Atraksi Prajurit Keraton Solo secara resmi dimulai pada 6 November 2021. Pertunjukan ini diprakarsai oleh Keraton Surakarta Hadiningrat di bawah kepemimpinan Sri Susuhunan Paku Buwono XIII, yang berperan aktif dalam menjaga dan menghidupkan kembali tradisi bregada prajurit sebagai bagian dari pelestarian budaya keraton. Melalui inisiatif ini, keraton ingin membawa nilai-nilai luhur masa lampau lebih dekat kepada generasi sekarang dan wisatawan.

Ririn, wisatawan asal Semarang, mengungkapkan kekagumannya. “Rasanya seperti menyaksikan sejarah hidup. Bangga banget budaya seperti ini masih dilestarikan,” ujarnya.

Bapak Kardi, tukang becak yang biasa mangkal di sekitar keraton, turut menyampaikan antusiasmenya. “Saya hampir nggak pernah absen. Atraksi ini bikin suasana jadi rame, banyak tamu dari luar kota dan luar negeri juga. Seneng rasanya,” ujarnya sambil tersenyum.

Atraksi ini terbuka untuk umum tanpa dipungut biaya. Namun, jika hujan turun menjelang pukul 16.00 WIB atau saat bulan puasa, pertunjukan ditiadakan. Usai atraksi, penonton diberi waktu sekitar 10 menit untuk berfoto bersama para prajurit dan penari.

Dengan kemasan yang lebih artistik dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi, atraksi prajurit Keraton Surakarta kini bukan sekadar pertunjukan, tapi juga sarana pelestarian budaya sekaligus magnet wisata yang patut diapresiasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *