

Solo, 20 mei 2025 – Lahir dari tradisi pangan rakyat jelata, gendar pecel telah melintasi generasi tanpa kehilangan identitas. Dulu jadi sarapan petani, kini jadi simbol pelestarian budaya kuliner lokal di tengah globalisasi rasa.Gendar pecel merupakan salah satu makanan tradisonal yang ada di Indonesia, lebih tepatnya dari jawa tengah. Makanan yang dulu sangat mudah dijumpai diwarung-warung tradisional namun kini sudah mulai sulit dijumpai.
Gendar pecel sendiri terdiri dari dua komponen utama, yaitu nasi yang diolah kemudian ditumbuk hingga halus dan dipotong berbentuk kotak-kotak berukuran kecil, serta pecel, yakni sayur-sayuran rebus yang disiram dengan sambal kacang khas. Kombinasi tekstur lembut gendar dengan rasa gurih dan pedas dari sambal pecel menjadikan makanan ini banyak disukai diberbagai kalangan, terutama untuk sarapan.
Disalah satu dusun yang berada di Kelurahan pendem, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen. Ada satu warung tradisional yang telah berjalan sekitar Tujuhpuluh tahun yang masih tetap berjalan hingga sekarang tepatnya di dukuh murak RT 22. Yang masih bertahan turun-temurun hingga saat ini ditengah gempuran warung- warung modern.
“ ya saya ini generasi kedua setelah ibu saya, saya hanya meneruskan usaha yang dijalankan oleh ibu saya waktu dulu. Sudah sekitar Tujuhpuluh tahun warung ini buka” ujar sutiyem pemilik warung (60 tahun)
Warung tradisional ini bernama warung mbah Darjo yang telah buka turun temurun, menyediakan berbagai gorengan, minuman dan juga gendar legend yang banyak dikenal masyarakat. Buka dari pukul 18.00- 22.00 WIB menjadikan ini sebagai tempat untuk berkumpul dan bersantai bapak-bapak yang ada didesa pendem

“ Saya mulai prepare buat masak itu dari sore,tetapi gendar sudah saya siapkan dari siang karena habis magrib itu pasti sudah banyak sekali yang antri untuk membeli gendar dan biasanya dibungkus. Setelah isya ya paling bapak-bapak nongkrong itu dari berbagai dukuh yang ada didesa pendem ” ujar sutiyem pemilik warung (60 tahun).
Dengan berjalannya waktu,tetap ada perubahan dari jumlah pelanggan yang semakin berkurang, dikarenakan minimya minat generasi muda sekarang terhadap makanan tradional dan juga faktor dari usia pelanggan lama warung gendar mbah Darjo tetapi tidak dengan bentuk warungnya.
“ Ya, lambat laun semakin berkurang karena anak zaman sekarang itu lebih suka beli makan-makanan jungfood dibandingkan makanan tradisional seperti gendar ini, tetapi harapan saya banyak anak muda yang mulai kembali menyukai makanan tradisional. ujar sutiyem pemilik warung (60 tahun).
“ Kalau untuk tempat ini, tidak akan saya bangun atau renovasi total, karena ini wasiat dari almarhumah ibu saya dan juga saya tidak ingin merubah suasana yang telah tercipta berpuluh-puluh tahun lamanya”. ujar sutiyem pemilik warung (60 tahun)
Mari kita semua masyarakat Indonesia baik yang sudah tua atau muda kita bantu kembangkan makanan-makanan tradisional yang ada disekitar dengan cara membeli makanan tradisional dan dikenalkan diseluruh daerah dengan memanfaatkan media yang ada.

Tinggalkan Balasan