1, My Address, My Street, New York City, NY, USA
contact@domain.com
Usia Boleh Senja, Semangat Tetap Muda: Kisah Kakek Penjual Papeda.
Home » Kuliner  »  Usia Boleh Senja, Semangat Tetap Muda: Kisah Kakek Penjual Papeda.

Surakarta, 11 Juni 2025 — Di balik keramaian lalu lintas pagi dan hiruk-pikuk anak-anak sekolah, ada sosok sederhana yang setia menjaga semangat hidupnya meski usia tak lagi muda. Namanya Mbah Warto, seorang kakek berusia 72 tahun, yang telah berjualan papeda selama hampir 17 tahun. Kini, setiap pagi hingga menjelang magrib, ia terlihat duduk di depan SD Kanisius Semanggi, Surakarta, dengan gerobak kecil dan sepeda tuanya.

Dulu, Mbah Warto biasa berjualan keliling dari satu kampung ke kampung lain. Namun, seiring usia yang semakin renta dan tenaga yang tak lagi sekuat dulu, ia memilih untuk menetap dan menjajakan dagangannya di satu tempat. “Sekarang ya nggak kuat keliling, Nak. Jadi saya di sini aja, depan sekolahan. Anak-anak juga senang papeda,” katanya dengan senyum hangat.

Papeda yang ia jual dibanderol seribu rupiah per tusuk—harga yang nyaris tak berubah sejak bertahun-tahun lalu. Meski dengan penghasilan sangat kecil tidak mencapai Rp 100.000 dan keuntungan sangat kecil, Mbah Warto tetap bersyukur. Dari hasil berjualan itulah ia bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan membeli bahan dagangan esok hari.

Hidupnya kini dijalani seorang diri. Istri dan anak semata wayangnya telah lama meninggal dunia. Ia tinggal di sebuah kamar kos sederhana yang tak jauh dari lokasi dagangnya. Sepeda dan gerobaknya pun bukan milik pribadi, melainkan pemberian dari orang-orang baik yang pernah iba melihat perjuangannya.

“Kalau ndak dagang, ya ndak makan. Tapi saya senang masih bisa kerja. Hidup sendiri itu sepi, tapi yang penting masih bisa mandiri,” ujar Mbah Warto, matanya menerawang, suaranya bergetar.

Setiap pagi, ia sudah bersiap sejak subuh, menyiapkan adonan sagu, dan bumbu untuk membuat papeda. Meski sederhana, dagangan Mbah Warto disukai anak-anak sekolah dan warga sekitar. Banyak pembeli dari sekitar SD dan daerah sekitar berjualan yang datang bukan hanya karena lapar, tapi juga karena ingin menyapa dan berbincang sejenak dengannya.

Kisah Mbah Warto adalah potret keteguhan hati seorang manusia yang tetap berjuang meski hidup tak memberi kemudahan. Ia tak pernah meminta-minta, tak pernah mengeluh, dan terus menjaga harga dirinya. Dari gerobak kecil di tepi jalan itulah ia mengajarkan bahwa ketulusan dan semangat hidup bisa tumbuh dari siapa saja, di mana saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *